Sebenernya udah mau nonton film ini dari awal perilisan, tapi ya baru
bisanya sekarang mau gimana lagi. Tayang sejak 2 Juni kemarin gue baru
nonton 4 Juli, sebulan setelah beredar di Bioskop. Karena sudah tau bahwa
film ini bukanlah film komedi jadi gak menaruh harap terlalu tinggi, tapi
ternyata duapuluh menit pertama. Gue hanya bisa tersenyum, gila gue akui
Bene Dion berhasil membuat sebuah film yang begitu dekat dengan banyak orang
termasuk gue. Bedanya mungkin ya sosok Bapak yang keras dialami Domu dan
adik-adiknya, kalau gue ya Ibu gue. Orang yang gak mudah untuk dihadapi. Ah
jadi curhat colongan.
Balik ke filmnya, lewat Imajinari dan bekerjasama dengan Visinema melalui
jalur Eksekutif Producer. Heran juga Angga ini gak habis-habis uangnya haha.
Ngeri-Ngeri Sedap berhasil membuat sebuah gebrakan dalam perfilman dengan
bahasa regional setelah sebelumnya tentu Yowis Ben. Tapi berbeda dengan
Yowis Ben yang berputar pada keluarga dan impian. Ngeri-Ngeri Sedap rasanya
jauh lebih kompleks dari sekedar keluarga dan impian, ini tentang saling
mengerti dan menerima atau malah mengalah dalam beberapa hal.
Dalam keluarga, dinamika selalu ada, apalagi jika terdapat kakak dan
adik. Bagi anak pertama, tentu tanggung jawabnya seringkali lebih besar.
Mereka harus menjadi contoh bagi adik-adiknya dan memenuhi ekspektasi
orang tua, meskipun mereka juga memiliki impian dan keinginan
sendiri.
Hal ini juga dialami oleh tokoh Domu dalam film "Ngeri Ngeri Sedap", yang
diperankan oleh Boris Bokir. Sebagai anak laki-laki pertama dari keluarga
Batak dan memiliki tiga adik, Domu memiliki karir yang cemerlang dan
menjadi contoh yang baik bagi adik-adiknya.
Namun, sebagai penerus marga keluarga Batak, Domu merasa tertekan karena
diharapkan memiliki pasangan dari keturunan Batak untuk meneruskan marga
keluarga. Namun, ia justru jatuh cinta dengan seorang gadis Sunda dan
bertekad untuk menikahinya.
Masalah ini tidak hanya dialami oleh Domu, tapi juga banyak orang.
Sebagai anak sulung, mereka seringkali merasa tertekan dan sulit memenuhi
harapan orang tua, namun juga ingin mengikuti hati nurani mereka
sendiri.
Dalam hal ini, apakah Domu berhasil menjadi contoh yang baik bagi
adik-adiknya dan membuat kedua orang tuanya bahagia? Jawaban nya cukup
rumit, karena sosok Bapak dalam film ini begitu kukuh dengan pendiriannya.
Gue pribadi kalau jadi Domu juga akan bingung menghadapi kelakuan orang
tua yang maunya menang sendiri.
Tapi film ini gak hanya berfokus ke Domu, ada Gabe, Sahat dan Sarma.
Setiap anak memiliki pandangannya sendiri Domu yang merantau ke Bandung.
Gabe yang menjadi pelawak di Ibu kota. Sahat selesai dari kuliahnya di
Jogja malah menjadi petani jagung di rumah Pak Pomo. Sedangkan Sarma harus
menjadi anak bungsu yang mengalah untuk kakak-kakaknya. Menemani kedua
orang tua dan mengubur mimpinya menjadi Chef. Jangankan ikut kelas
masak, Sarma harus bekerja menjadi PNS. Demi membahagiakan kedua orang tua
yang sudah dikecewakan dengan kakak-kakaknya.
Maka film ini memperlihatkan hubungan tarik ulur dari orangtua ke anak
yang diperantauan, memperhatikan yang jauh tapi tak menganggap anak yang
ada di dekatnya. Barulah ketika Orang tua mereka membuat drama perceraian
agar membuat anak-anaknya yang di perantauan pulang.
Konflik dan gelak tawa dimulai dari sini, bagaimana tidak akting Arswendy
dan Tika begitu pas ketika dipadukan seolah mereka berdua sedang
bertengkar dan sembunyi dari ke-empat anaknya.
Karakter yang diperankan Boris, Jegel, Lolok dan Gita menjadi anak yang
ingin kedua orangtuanya tidak berpisah pun menuai gelak tawa. Dari mencoba
mengundang pemuka agama agar dinasihati kedua orang tua mereka sampai
mengatur liburan ke Danau Toba dan membujuk keduanya bercerita apa yang
sebenarnya terjadi. Karena misi mereka bertiga adalah masalah selesai agar
bisa segera kembali ke perantauan.
Sayangnya masalah tambah begitu pelik, film yang mengangkat budaya batak
ini begitu kental memperlihatkan budaya dan cara orang batak dalam
bersosialisasi. Semua konflik yang ada tak hanya dirasakan oleh keluarga
batak saja rupanya. Karena cukup dekat dengan permasalahan keluarga yang
kita hadapi sehari-hari, jadi gue rasa film ini bisa sukses ya karena
pendekatan yang dilakukan Bene Dion terasa benar-benar
relate.
Ketika sudah ketahuan bahwa sebenarnya semua permasalahan perceraian
adalah sandiwara belaka, semua anak menjadi murka kepada kedua orangtua
nya. Terlebih kepada Bapak yang dirasa biang kerok dari semua permasalahan
hidup mereka. Hingga akhirnya yang semula adalah sandiwara menjadi betulan
ketika karakter Ibu memilih pulang ke rumah orangtua nya ketika
anak-anaknya sudah kembali ke perantauan.
Bapak yang pulang ke rumah orang tua nya, dan bercerita bahwa telah
menjadi orang tua yang gagal, diberi nasihat oleh Ibu nya bahwa menjadi
orang tua itu harus terus mengikuti perkembangan, kalau anak berkembang,
orang tua juga harus berkembang, gak kolot dan disitu saja.
Jadi orangtua itu, enggak ada tamatnya, harus belajar terus.
Disini penyelesaian terjadi, bagaimana Bapak akhirnya mengaku bersalah
dengan semua yang telah ia lakukan dan paksakan. Bapak harus menerima
semua persyaratan yang diberikan Ibu untuk bisa rujuk kembali. Yaitu,
mengajak pulang kembali anak-anaknya. Dari menghampiri Calon istri Domu di
Bandung, menjadi bintang tamu dalam acara komedi Gabe di Jakarta, menyusul
Sahat di rumah Pak Pomo di Jogja. Semua dilakukan Bapak dengan keinginan
berdamai dengan anak-anaknya dan memberi restu atas pilihan mereka
masing-masing.
Disitu gue bener-bener terharu dan meneteskan air mata. Gimana enggak,
ada orang tua mengaku salah ke anak? Itu aja udah bener-bener gak nyangka,
ini loh kek gini yang hilang dari film Indonesia. Cerita yang mengalir
tapi juga menghadirkan plot twist yang mungkin kita juga
harapkan.
Film ditutup dengan cukup apik, pemilihan soundtrack juga
berperan besar disini, hanya saja lagu Agak Laen malah membuat gelak tawa
satu studio. Film yang membalut Komedi dan Drama keluarga dengan baik, gue
harap kalian juga masih punya kesempatan untuk nonton Ngeri-Ngeri Sedap.
Worth to Watch.
Sinematografi8
Akting8
Skenario dan Cerita9
Backsound dan Musik8
Sinopsis
Pak Domu ingin anak-anaknya menuruti semua perintahnya, tetapi mamak Marlina merasa gelisah karena anak-anaknya semakin jarang mengunjungi kampung halaman. Marlina kemudian mengatur pertengkaran dengan suaminya supaya anak-anaknya kembali. Keempat anak mereka akhirnya pulang, namun Pak Domu kesulitan membahas masalah mereka yang menentang kemauannya.9.0
Posting Komentar